share dari : http://muhdhito.me/2009/11/02/sedikit-cerita-tentang-sholat-berjamaah/
Aku punya cerita tentang anak kecil di dekat kosanku. Kira-kira
umurnya belum ada 5 tahun. Aku tertarik untuk menceritakan tentang anak
kecil ini karena menurutku dia dapat dijadikan contoh bagi kita semua
yang sudah dewasa.
Aku sendiri sebenarnya tidak terlalu mengenal dekat dengan anak itu.
Aku hanya bertemu dengan anak itu ketika melaksanakan sholat berjamaah
di Musholla yang kebetulan terletak di di belakang kontrakanku. Sudah
ada beberapa masjid atau musholla yang pernah kukunjungi untuk sholat
berjamaah di daerah cisitu, tetapi aku jarang melihat di masjid atau
musholla tersebut anak-anak remaja atau pemuda asli daerah tersebut yang
ikut sholat berjamaah. Malah yang paling parah, walaupun sudah
terdengar adzan tetapi masih nongkrong-nongkrong di jalan gang. Kalau
anak-anak kecil yang sholat memang banyak. Di masjid atau musholla
tersebut rata-rata memang ada TPQ-nya.
Tetapi di tempat baruku ini aku bertemu seorang anak kecil yang cukup
rajin sholat berjamaah di musholla dekat kontrakanku itu. Hampir setiap
waktu sholat berjamaah dia ikut. Nah, yang membuat aku kagum kepada
anak tersebut yaitu aku sering bertemu anak itu ikut sholat subuh.
Dia jalan sendirian di jalan-jalan kecil di dalam gang di tengah
suasana yang agak gelap dan dingin. Padahal banyak orang dewasa yang
mungkin pada saat jam segitu masih berada di balik selimut. Dia sendiri
dari yang aku amati anaknya sangat anteng (dalam bahasa Jawa artinya
tenang, ora kakean polah). Biasanya anak kecil waktu sholat mengikuti
apa yang dibaca imam keras-keras atau lari-lari sendiri. Tapi dia tidak
seperti itu.
Melihat itu, aku jadi bergumam dalam diriku, “Ah, masak kita kalah
sama anak kecil…”. Aku jadi teringat pada suatu sabda Rasulullah:
“Seandainya mereka mengetahui pahala yang terdapat dalam shalat al
‘Atamah (‘Isya’) dan Shubuh, niscaya mereka mendatangi keduanya walaupun
dengan merangkak.” (HR. Asy Syaikhan dari Abu Hurairah)
Ya, Shalat berjamaah itu memang sangat tinggi keutamaannya. Sholat
sunnah sebelum Shubuh itu pahalanya adalah dunia dan seisinya
(bayangkan!). Sungguh rugi sekali jika kita melewatkannya. Pesan orang
tuaku ketika mereka melepasku untuk kuliah di Bandung ini cuma satu,
jaga sholat, jangan tinggalkan sholat berjamaah di masjid, tepat waktu,
dan laksanakan sholat sunnah rawatib dan tahajjud. Intinya cuma sholat.
Aku ada cerita lagi tentang dosenku. Nama beliau adalah Afwarman
Manaf atau biasa dipanggil Pak Awang. Beliau mengajar kuliah Jaringan
Komputer (Jarkom) semester 5 ini. Penampilan beliau sangat Islami. Awal
semester ini jadwal kuliah jarkom sebenarnya adalah Selasa pukul
11.00-13.00 dan Rabu pukul 9.00-10.00. Beliau meminta kami mengganti
jadwal kuliah hari Selasa jam 11 itu ke jadwal lain. “Jam ini nggak baik
buat saya… buat kalian juga.” itu kata kata yang kuingat dari beliau.
Aku berpikir mungkin Pak Awang ada jadwal mengajar atau acar lain jam
segitu. Sekitar pukul 11.45 di tengah-tengah kuliah Pak Awang meminta
izin untuk keluar dulu karena ada urusan. Lama sekali kami menunggu.
Sekitar setengah jam kemudian bapaknya kembali lagi. Setelah
mendegar-dengar dari cerita teman-teman dan kakak angkatan, ternyata Pak
Awang memang nggak suka mengajar di jam-jam yang memotong waktu awal
sholat seperti jam 12 siang atau jam 3 sore. Subhanallah… Jadi Pak Awang
saat itu meninggalkan kami karena ada “urusan” dengan qjji (sholat).
Beliau sholat Dhuhur berjamaah di Masjid Salman ITB. Akhirnya jadwal
kuliah diganti Senin jam 7 pagi. Seandainya jadwal kuliah “aturan”
seperti itu, sungguh bagus sekali bagi mahasiswa muslim dapat
melaksanakan sholat berjamaah di Masjid, di awal waktu lagi. Amin,
mudah-mudahan terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar